Suasana hangat menyelimuti prosesi wisuda program Sarjana dan Sarjana Terapan Periode IV TA 2022/2023 pagi itu (23-24/08). Diantara 1.609 lulusan yang diwisuda saat itu, turut diwisuda para lulusan istimewa.
Muhammad Faqih salah satunya. Lulusan dengan predikat cumlaude ini termasuk mahasiswa yang lulus tepat waktu dengan Indeks Prestasi Komulatif (IPK) 3,56. Meskipun memiliki riwayat DMD (Duchenne Muscular Dystrophy) yang mengharuskannya menggunakan kursi roda karena sulit untuk beraktivitas, tidak menyurutkan tekad Faqih untuk bermimpi kuliah di UGM.
Faqih yang diterima melalui jalur SNMPTN tahun 2019 ini mengaku bahagia dan lega saat dinyatakan diterima sebagai mahasiswa UGM. ”Momen pengumuman SBMPTN 2019 merupakan salah satu momen paling membahagiakan dan melegakan dalam hidup saya. Karena perjuangan saya sewaktu SMA dengan banyak tantangan akhirnya membuahkan hasil”, kenangnya. Dan saat ini perjuangannya terbayar lunas dengan diwisudanya sebagai lulusan dengan predikat cumlaude.
Ia teringat kenangan menggembirakan saat pertama masuk UGM dan mengikuti PPSMB, terutama saat harus berkumpul dengan rekan mahasiswa lainnya membentuk formasi selebrasi dengan kondisinya di atas kursi roda. Belum lagi setelah itu, situasi dunia yang diserang virus covid-19, mengharuskannya mengikuti perkuliahan dan pembelajaran secara daring pada masa pandemi. ”Ini jadi pengalaman baru dan berbeda saat harus mengikuti kuliah secara onlilne tanpa tatap muka langsung”, ungkapnya.
”Selama menjadi mahasiswa banyak sekali nilai keutamaan yang saya dapatkan”, ungkapnya. Selain terampil membagi waktu dan belajar mandiri dengan segala keterbatasannya, saat kuliah dan dalam pengerjaan tugas-tugas, ia banyak bertemu dengan mahasiswa lain dengan latar belakang berbeda yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia, melatih Faqih akan pentingnya kerjasama.
Prestasi akademiknya bisa diraih karena komitmenya untuk tekun dalam perkuliahan. ”Saya berusaha menjaga kehadiran dan mengerjakan tugas secara tepat waktu” akunya. Selain itu, ketika pembelajaran di kelas, ia berusaha fokus memahami materi perkuliahan dari dosen pengajar. ”Jika terdapat hal yang kurang jelas, saya akan mempelajari ulang materi setelah perkuliahan dan bertanya jika perlu. Lalu saat menghadapi ujian, saya mempersiapkannya seminggu lebih awal”, ungkapnya.
Ke depan, pengagas aplikasi accessive.id yang dikembangkannya untuk membantu sesama disabilitas ini berharap bisa melanjutkan pendidikan di jenjang magister pada program studi ilmu komputer di UGM dengan beasiswa LPDP.
Sama halnya dengan Faqih, wisudawan satu ini juga sudah memiliki rencana untuk melanjutkan studi program magister selepas diwisuda pekan lalu. ”Dalam jangka pendek, saya berencana melanjutkan studi S2 ke luar negeri, antara Australia atau Inggris”, ungkap Alexander Farrel Rasendriya Hartono, wisudawan program Sarjana Fakultas Hukum yang lulus dengan predikat cumlaude. Setelah lulus, wisudawan dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,74 ini berharap bisa menerapkan ilmu yang sudah disandanganya untuk memajukan Indonesia, terutama dalam pemenuhan hak-hak hukum bagi penyandang disabilitas di Indonesia.
Semasa kuliah, Farrel banyak belajar mengenai kepemimpinan dan nilai-nilai tanggung jawab serta kerja sama dalam tim yang terdiri dari orang-orang dengan background yang berbeda-beda. Hal inilah yang membuat Farrel semakin mencintai kuliah hukum. Menurutnya, inilah alasan tepat wisudawan yang lulus tepat waktu ini memilih masuk ke Program Studi Ilmu Hukum UGM pada jalur SNMPTN 2019 . ”Saya memilih UGM karena UGM adalah universitas terbaik di Indonesia, dan fakultas hukum UGM adalah fakultas terbaik di Indonesia” ungkapnya. Waktu itu, ia mendengar dari kakak tingkat di Fakultas Hukum yang juga tunanetra bahwa Fakultas Hukum UGM sudah aksesibel dan inklusif untuk teman-teman difabel, sehingga ia semakin yakin untuk masuk di Fakultas Hukum UGM.
Untuk bisa lulus cumlaude, selama perkuliahan, Farrel banyak belajar dengan membaca, baik dari bahan perkuliahan yang diberikan dosen, peraturan perundang-undangan terkait, dan berita-berita atau jurnal sesuai isu yang sedang dibahas. Ia juga berusaha menyelesaikan tugas kuliah yang diberikan sebelum deadline.
”Selama perkuliahan saya menggunakan laptop dengan aplikasi screen reader, sehingga materi yang tampil di layar dapat dibacakan oleh aplikasi tersebut”, ungkapnya. Namun, ada kendala pada aplikasi ini, untuk tampilan berbentuk visual atau gambar, tidak terbaca. Farrel sangat bersyukur, di Fakultas Hukum tidak terdapat materi yang berbentuk visual, sehingga ia masih bisa mengikuti materi perkuliahan. ”Dosen-dosen di Fakultas Hukum juga sudah memahami kondisi saya sehingga dalam menyampaikan materi disesuaikan juga dengan kondisi saya” imbuhnya. Saat ujian, dengan kondisi Farrel, ruang ujian disiapkan tersendiri sehingga ia dapat langsung meminta bantuan apabila terjadi kendala.
”Banyak suka duka yang saya alami selama menjadi mahasiswa UGM” kenangnya. Ia merasa senang saat tergabung dalam UKM. ”Saya tergabung dalam 2 UKM, UKM Peduli Difabel dan Gadjah Mada Chamber Orchestra (GMCO)”, ungkapnya. Dan di kedua UKM tersebut, Farrel terlibat sebagai pengurus. Dari mengikuti UKM inilah, ia banyak bertemu dengan teman-teman baru, mendapat pengalaman baru dalam berorganisasi, dan mendapat ilmu baru juga. Namun ia sempat merasa sedih, saat perkuliahan yang belum genap satu tahun harus berhenti dan beralih ke kuliah online di rumah karena pandemi. ”Saya tidak dapat bertemu teman-teman, segala sesuatu harus dikerjakan di rumah” ungkapnya.
Pengalaman Faqih dan Farrel adalah bukti nyata bahwa UGM sangat peduli terhadap aksesibiltas dan inklusivitas, melalui upaya memberikan ruang dan akses pendidikan dan pembelajaran seluas-luasnya, serta memberikan kesempatan penuh bagi mahasiswa difabel untuk berkarya, mengembangkan potensi dan berorganisasi. (listi).