Ada yang unik pada perhelatan wisuda program Pascasarjana Universitas Gadjah Mada, periode IV TA 2022/2023 pekan lalu (Rabu, 26/7). Pasalnya 56,38% dari total wisudawan 713 orang adalah wisudawan perempuan. Ini berarti ada 402 wisudawan perempuan yang dinyatakan lulus pada periode tersebut. Dan tak sedikit dari wisudawan perempuan ini lulus dengan predikat IPK di atas 3.
Menanggapi fenomena besarnya jumlah wisudawan perempuan ini, pengamat budaya sekaligus dosen dari FIB UGM, Dr. Daru Winarti, M.Hum., menuturkan: ”Tuntutan zaman dan kebutuhan hidup saat ini membuat perempuan harus bisa mandiri dengan posisi dan penghasilan yang baik supaya mereka bisa lebih dihargai”. Menurutnya. untuk meraih itu salah satunya melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi. ”Di Indonesia, semakin baik tingkat pendidikannya, semakin baik posisi perempuan dalam pandangan masyarakat dan dunia kerja, tentunya tanpa mengabaikan sikap dan perilaku yang dianggap baik oleh masyarakatnya”.
UGM mengapresiasi pencapaian para wisudawan perempuan ini. Tak bisa dipungkiri bahwa para wisudawan program pascasarjana notabennya adalah mahasiswa yang statusnya sangat bervariasi, ada yang sudah bekerja atau berkeluarga. Kiprahnya di masyarakat pun lebih beragam dan kompleks, sehingga perjuangan membagi waktu antar keluarga dan masyarakat dengan perannya sebagai mahasiswa yang harus menyelesaikan studi tepat waktu menjadi pencapaian yang patut diapresiasi.
Liza Angeliya, salah satunya. wisudawan program Doktor yang berhasil lulus dengan IPK tertinggi, 4,0 ini juga merasakan perjuangan berat dalam menyelesaikan studinya. Namun, perempuan penerima beasiswa Kementerian Pertanian ini berhasil membuktikannya. ”Bagi saya membagi waktu antara keluarga dan studi itu sangat penting karena dari memulai studi saya sudah berkeluarga dengan 2 anak. Saya melanjutkan studi S3 di UGM merupakan tugas belajar beasiswa dari Kementrian Pertanian sehingga harus lebih fokus untuk studi dan keluarga. Dan saat studi selama 4 tahun di UGM, saya memboyong 2 anak laki-laki ikut pindah sekolah ke Jogja, namun suami tetap di Lampung”, tuturnya. ”Saya memilih sekolah anak fullday, sehingga pagi sampai sore, saya bisa fokus dengan kegiatan perkuliahan. Untuk tugas kuliah, saya punya komitmen untuk menyelesaikannya di kampus. Lalu sore hari, sekalian pulang dari kampus, saya jemput anak-anak, sehingga malam hingga pagi waktu saya full untuk anak-anak”.
Agar bisa menyelesaikan kuliah tepat waktu, hingga lulus dengan predikat cumlaude, Liza menerapkan strategi belajar dengan menetapkan target yang harus diselesaikan di setiap semesternya. ”Kuncinya, istiqomah, meski sedikit dan pelan, harus tetap dikerjakan satu demi satu dan tak lupa tentunya ridho dan doa dari suami yang selalu mendukung saya untuk melanjutkan studi” imbuh Ibu dua anak berusia 4 dan 8 tahun ini. Dan yang sederhana tapi penting menurut saya adalah ritual telepon atau kirim pesan untuk meminta doa restu suami, orang tua dan mertua saat akan ujian, baik ujian semesteran bahkan hingga ujian disertasi, sehingga capaian ini tidak hanya atas kerja keras saja namun juga berkat doa dari suami, orang tua, mertua bahkan anak-anak’, ungkapnya.
Dalam menyelesaikan studi, tentu saja Liza menghadapi banyak tantangan ”Saya memulai perkuliahan di masa pendemi covid 19, sehingga mengalami banyak hambatan, seperti dibatasinya perizinan penggunaan laboratorium saat riset, reagen uji laboratorium yang sempat susah didapat sehingga harus indent, dan juga dana riset yang terbatas”, tutur mantan mahasiswa program studi Doktor Sains Veterainer ini. ”Cara saya mengatasi hambatan adalah dengan selalu mengkonsultasikan setiap kendala kepada pada dosen pembimbing, sambil terus tetap konsisten mengerjakan yang perlu dikerjakan, sekecil apapun. Dengan sharing dengan dosen pembimbing maupun rekan kerja dan rekan kuliah, akan ada solusi yang bisa ditemukan”, ungkapnya. Perjuangannya pun membuahkan hasil, dengan disertasi berjudul: Molekuler dan Biologis Gen Fusion Hemagglutinin-Neuraminidase Disease yang Diisolasi dari Ayam dan Burung Liar, Liza berhasil lulus dalam kurun waktu 3 tahun 10 bulan dan penelitian selama 2 tahun.
Berbeda dengan Liza, wisudawan Magister Teknik Sipil dengan IPK 4,0, Aisya Galuh Laksita juga mengalami tempaan yang tidak mudah dalam menempuh pendidikannya. Meskipun belum berkeluarga, Aisya mengaku mengalami naik turunnya ritme membagi waktu antara kerja dan studi. Namun dukungan keluarga, membuatnya fokus pada belajar dan bekerja agar bisa lulus tepat waktu. Di sela-sela kesibukan jadwal kuliah, Aisya harus menyelesaikan pekerjaan di Departemen Fakultas Teknik sebagai asisten dalam bidang akademik, mempersiapkan akreditasi maupun penyusunan kurikulum serta menjadi asisten project dosen dan asisten mata kuliah. ”Saya akan benar-benar memperhatikan dosen pada saat di kelas, dengan mencatat, merekam layar (saat pembelajara online), rajin bertanya dan mengerjakan latihan dari dosen. Di luar itu, saya banyak berdiskusi dengan teman-teman kuliah”, ungkapnya.
Aisya Galuh Laksita juga menetapkan deadline untuk dirinya supaya bisa lulus tepat waktu. ”Saya menyusun deadline major yang kemudian dirinci menjadi deadline minor”, tuturnya. Deadline major akan memberikan saya gambaran waktu supaya tidak terlambat, baik untuk mengerjakan pekerjaan dari departemen, studi kasus, publikasi, tesis, batas yudisium, maupun wisuda dan sebagainya. Langkah pengerjaan akan dipecah menjadi dateline minor, bahkan dalam target spesifik dalam bentuk jam. ”Ini membantu saya untuk fokus”, imbuh penerima beasiswa Peningkatan Suasana Akademik (PSA) Departemen MTS, Fakultas Teknik UGM. Dan terbukti, Aisya Galuh Laksita bisa lulus dengan predikat pujian, tepat waktu. (listi)