Tertarik karena keunikan yang ditawarkan kurikulum Program PMM Modul Nusantara, membawa Aza Khiatun Nisa, mahasiswi Program Studi Filsafat UGM angkatan 2021 menjelajah wilayah timur Indonesia, Ternate. Penjelajahannya ke Ternate tentu beralasan, selain karena keindahan kota penghasil rempah dengan luas 50 km ini, Ternate juga memiliki sejarah yang sangat panjang di masa kolonialisasi. Atas pertimbangan aspek historis itulah, Aza memilih Ternate sebagai tujuan PMM Modul Nusantara.
Menurut Aza, PMM Modul Nusantara menawarkan kurikulum yang unik dan sedikit berbeda dari pertukaran mahasiswa biasanya. Melalui program ini, seluruh mahasiswa difasilitasi untuk belajar kebudayaan di wilayah tujuan melalui kurikulum Modul Nusantara. ”Saya sangat bersyukur mengikuti PMM Modul Nusantara, karena bisa belajar langsung kebudayaan Maluku Utara, mengikuti perkuliahan di kampus yang berbeda, memiliki mama dan papa piara, serta memiliki teman dari seluruh Indonesia” ungkapnya dengan penuh kebanggaan.
Selama satu semester ke depan, sejak 2 September 2023 lalu, Aza mengikuti perkuliahan di Universitas Khairun untuk 3 program studi yang ia pilih di Fakultas Ilmu Budaya, (1) antropologi sosial dengan 3 mata kuliah: Antropologi Ekologi, Antropologi Pariwisata, dan Kajian Budaya Populer. (2) Ilmu Sejarah dengan 2 mata kuliah, Kearsipan dan Perpustakaan, dan Sejarah dan Budaya Maluku Utara, serta (3) Sastra Indonesia dengan satu mata kuliah: Relasi Bahasa dan Masyarakat.
Selain perkuliahan, Aza juga mempelajari empat sub dalam modul nusantara, salah satunya adalah yaitu kebhinekaan, selain inspirasi dan refleksi. Atas arahan Dosen Pendamping, Aza mengikuti kerangka logis modul nusantara yang ditawarkan untuk mengunjungi 4 kesultanan, yaitu Kesultanan Ternate, Kesultanan Tidore, Kesultanan Jailolo, dan Kesultanan Bacan. ”Saya mengunjungi kesultanan tersebut dan mengeksplorasi wisata di sekitarnya. Ini sangat bermakna bagi saya dalam memahami kontribusi kesultanan di masa kolonial dan mengetahui berbagai potensi yang dimiliki Maluku Utara dari dulu hingga hari ini”, terang Aza.
Melengkapi sub modul nusantara lainnya, yaitu inspirasi, Aza belajar tentang pariwisata berbasis masyarakat dengan belajar bersama penggagas Cengkeh Afo, sebagai kekayaan kuliner tradisional di Ternate. Sedangkan untuk sub modul nusantara yang terakhir, yaitu refleksi, metode belajar yang dilakukan dengan cara menghadiri undangan pernikahan adat masyarakat Ternate. Setelahnya, para peserta PMM diajak berkumpul dan berdiskusi, menceritakan pengetahuan baru tentang adat pernikahan di Ternate. Tidak hanya sebatas itu, peserta PMM lainnya juga turut menceritakan tradisi pernikahan di daerah masing-masing.
Di luar aktivitas PPM Modul Nusantara, Aza juga aktif menulis kuratorial pameran yang didanai oleh Balai Pelestari Kebudayaan XXI di Ternate. Tak mau menyia-yiakan kesempatan bertualang, Aza juga didaulat mewakili mahasiswa PMM inbound Universitas Khairun untuk menjadi narasumber talkshow di RRI Pro 2 Ternate. Selain itu, ia juga didapuk mengisi workshop penulisan ilmiah bagi mahasiswa Universitas Khairun yang memperoleh beasiswa Bank Indonesia.
Meskipun menantang, bagi Aza, pembelajaran PMM Modul Nusantara di Ternate memunculkan refleksi adanya isu ketimpangan pendidikan Indonesia area barat dan timur, baik dari sisi tenaga pengajar, mahasiswa, fasilitas perkuliahan maupun prosedur layanan akademik yang menurutnya memerlukan pembenahan dan perbaikan. ”Setelah menjalani program ini, saya menyadari betul bahwa ketidaksetaraan pendidikan (akses dan motivasi) itu benar adanya, timpang”, ungkapnya. Menurutnya, kondisi ini menjadi poin penting bagi pemerintah. ”Barangkali program pertukaran bisa menjadi salah satu cara mahasiswa untuk belajar dan mengamati ketimpangan ini, kemudian diperbaiki”, tegasnya.
Perkenalan sederhana Aza di Ternate bahkan Maluku Utara yang difasilitasi oleh modul Nusantara, mengasah pengalamannya belajar bersama banyak pakar, kunjungan ke berbagai tempat, dan melakukan refleksi perbedaan. ”Modul nusantara mengantarkan saya pada pemahaman toleransi dan kesadaraan inklusivitas. Bayangkan! Jika semua mahasiswa PMM bisa memperoleh wawasan ini, indahnya perbedaan”, terangnya.
Aza berujar bahwa pengalamannya di Ternate bisa diketahui oleh publik lewat cerita dan tulisan, namun publik tidak bisa merasakan bagaimana dinamika hidup yang dijalani saat mengikuti modul nusantara di belahan pulau yang lain itu. Semangatnya untuk mahasiswa lainnya, ” Indonesia luas, berjalanlah. Jika kamu mahasiswa, mungkin PMM menjadi salah satu cara untuk menjembatani itu. Kesempatan tidak datang dua kali, jadi bertukarlah, untuk mendapatkan makna yang tidak akan habis dimakan waktu”, pesan Aza.
Penulis: B. Diah Listianingsih
Foto: Aza Khiatun Nisa