Di tengah gemuruh kehidupan perkotaan dan iklim intelektual modern Yogyakarta sebagai kota pelajar, hadir sebuah lembaga pendidikan dengan nafas yang berbeda. Sanggar Anak Alam Jogja (SALAM) menarik perhatian Sadajiva, salah satu kelompok Program Mahasiswa Merdeka (PPM) angkatan 4 yang baru saja merampungkan pembelajaran Modul Nusantara dalam kontribusi sosial di Sanggar ini (5/6).
”Ada yang unik dari wahana pembelajaran yang berada di tengah area persawahan Nitiprayan Bantul ini. Saat banyak lembaga pendidikan lain berfokus mengikuti kemajuan sains dan teknologi, SALAM justsru mengusung konsep “Sekolah Kehidupan”, ungkap Elshirah Triani Cori, ketua kelompok Sadajiva. Sanggar Anak Alam dipilih sebagai laboratorium pembelajaran kontribusi sosial karena sanggar ini sudah lama mengusung konsep Merdeka Belajar, di mana seluruh proses pendidikan dibangun atas dasar kebutuhan kolektif dan berangkat dari kesepakatan bersama seluruh warga. Diungkapkan Elshirah, di sekolah ini setiap individu memiliki kebebasan untuk mengeksplorasi minat dan bakat mereka, serta berkontribusi dalam menciptakan kurikulum yang relevan dan bermakna. Menurutnya, pendekatan ini memungkinkan siswa untuk belajar dengan cara yang lebih personal dan kontekstual, sesuai dengan kebutuhan dan potensi mereka masing-masing.
Lembaga pendidikan ini dijalankan secara sukarela sehingga membutuhkan bantuan dari sukarelawan untuk mendukung proses pembelajaran. ” Karena kebutuhan dan persamaan visi dalam memandang pembelajaran sebagai proses yang merdeka, maka kelompok Sadajiva PMM 4 UGM menjadikan SALAM sebagai sasaran kontribusi sosial, sebagai rangkaian akhir dari Modul Nusantara sebagai bentuk aktualisasi Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu pengabdian kepada masyarakat”, terangnya.
Menurutnya, kegiatan kontribusi yang berlangsung di SALAM dirancang dengan tujuan memberikan dampak positif. ”Kegiatannya ada 3 macam yaitu penyerahan peralatan masak, penyerahan alat permainan dan penyerahan alat pertanian. Alat-alat yang disumbangkan diharapkan bisa mendukung proses pembelajaran”, ungkapnya. Ketiga kegiatan tersebut dipilih karena mempertimbangkan berbagai aspek, salah satunya kebutuhan mitra serta memastikan bahwa setiap kegiatan dapat memberikan manfaat maksimal dan berkelanjutan dengan mendorong kontribusi terhadap Sustainable Development Goals (SDGs).
Menurut Elshirah, penyerahan bantuan tersebut adalah upaya meningkatkan aksesibilitas pendidikan yang bertujuan menyediakan sumber daya pembelajaran yang memadai bagi semua murid, memperkuat komitmen terhadap pendidikan berkualitas, serta mendukung visi pendidikan yang inklusif dan merata yang sejalan dengan SGDs poin 4. ”Dengan adanya peralatan masak untuk proses pembelajaran, peralatan permainan untuk pembelajaran dan alat pertanian yang memadai, harapannya setiap murid dapat memiliki kesempatan yang sama untuk mengakses pengetahuan dan meningkatkan kemampuan belajar mereka sehingga dapat mengurangi ketimpangan sebagaimana SDGs poin 10, terutama dalam bidang pendidikan”, jelasnya.
Setelah penyerahan, kegiatan dilanjutkan dengan membuat cilok. Tak sekadar memasak, kegiatan ini juga menjadi sarana untuk menanamkan nilai-nilai kebersamaan, persatuan, dan gotong-royong. ”Cilok, makanan khas Indonesia berbahan dasar tepung tapioka dari Jawa Barat, dalam proses pembuatannya melibatkan kerjasama antara banyak orang, yang dapat melatih kesederhanaan murid sejak dini”, ungkap Elshirah. Kegiatan membuat cilok tidak hanya mengajarkan keterampilan praktis dalam memasak, tetapi juga mengedukasi tentang pentingnya hidup rukun dan toleran dalam menciptakan masyarakat yang harmonis dan damai, pembelajaran ini dapat mendorong terwujudnya perdamaian dan keadilan sesuai dengan SDGs.
Terakhir, rangkaian kegiatan ditutup dengan penanaman pohon bambu untuk mengajak murid merayakan peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia secara sederhana dan memberikan kesempatan kepada para murid untuk mengenali betapa pentingnya menjaga bumi sebagai rumah bersama. Pohon bambu sebagai pohon yang pertumbuhannya cepat menjadi simbol untuk berkontribusi pada penanganan perubahan iklim. Melalui kegiatan ini, diharapkan para murid dapat belajar secara langsung sikap tanggung jawab terhadap lingkungan serta mendorong kesadaran akan pentingnya pelestarian alam sejak usia dini yang dapat mendorong lahirnya kota dan komunitas yang berkelanjutan.
”Saya sangat bangga dan bersyukur mengikuti kegiatan ini”, aku Elshirah. Ia melihat kegiatan ini sebagai momen berharga untuk berinteraksi secara langsung dengan para murid dan pendidik di SALAM. Hal ini membuatnya menyadari bahwa pendidikan seharusnya menjadi sarana untuk memahami aspek dasar kehidupan dan mengeksplorasi pembelajaran secara merdeka, bukan hanya mengejar kekakuan dan buku teks semata.
”Saya merasakan kebersamaan kelompok yang semakin erat setelah mengikuti kegiatan ini. Meskipun berasal dari latar belakang yang berbeda, kami melebur dalam satu visi bersama yaitu berkontribusi positif untuk lingkungan sekitar kami di Jogja yang telah menerima kami”, terangnya. Terlihat, murid-murid SALAM pun antusias mengikuti kegiatan. ”Kami melihat ada masa depan bangsa yang penuh harapan, yang perlu dirintis sejak dini”, ujar mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bengkulu ini.
Sumber tulisan oleh Muh. Chairul Sahar (PPM 4 asal Universitas Hasanunddin)
Ditulis ulang dan edit oleh B. Diah Listianingsih