UGM kembali melulusan wisudawan perempuan terbanyak dengan persentase sebesar 55,89% yaitu sebanyak 1209 orang dari 1852 seluruh wisudawan pada upacara wisuda periode 1 TA 2023/2024 saat lalu. Pencapaian ini membuktikan besarnya daya juang perempuan dalam meraih pendidikan. Demikian diungkapkan Prof. dr. Gandes Retno Rahayu, M.Med.Ed., Ph.D., Direktur Pendidikan dan Pengajaran UGM, ”Saya mengapresiasi para wisudawan perempuan yang berhasil mencapai tangga pendidikan yang lebih tinggi yaitu jenjang pendidikan Sarjana dan Diploma IV ini. Saya yakin setiap wisudawan perempuan memiliki cerita perjuangannya masing-masing dalam meraih pendidikan”.
Mlathi Anggayuh Jati, salah satunya. Dari ribuan wisudawan perempuan, Gayuh, sapaan akrab wisudawan terbaik dari Fakultas Psikologi ini menganggap dirinya cukup beruntung karena berkesempatan untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi. Bahkan ia menganggap 1209 wisudawan perempuan lainnya pun juga beruntung karena bisa meraih pendidikan tinggi. Bukan tanpa alasan, Gayuh dalam pidato sambutannya mewakili wisudawan menyebutkan, menurut data Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kemendikbud Ristek, Angka Partisipasi Kasar Perguruan Tinggi, hingga tahun 2022 hanya 39,37% anak muda di kelompok usia wisudawan ini yang berkesempatan untuk mengenyam pendidikan di perguruan tinggi.
Prestasinya yang diraihnya pun bukan tanpa rintangan. Selama kuliah, Gayuh harus berjuang dengan gangguan bipolar yang dialaminya. ”Sejak awal tahun 2020, saya mendapatkan diagnosis gangguan bipolar dan harus mengikuti serangkaian terapi pengobatan dengan psikiater dan psikolog” akunya. Namun baginya, kondisi ini menjadi sangat menantang karena di waktu-waktu tertentu ia seringkali merasa kesulitan untuk mengelola diri dan membagi waktu untuk kuliah. Beberapa kali ia harus mengikuti kelas online dari rumah sakit karena sedang menunggu antrean obat. Tak jarang pula, Gayuh juga harus mengerjakan tugas kuliah dan tugas-tugas lain saat menunggu antrean periksa dokter. Sesi diskusi, kerja kelompok, ataupun pengerjaan tugas dan persiapan lomba tetap diikutinya, bahkan ketika sedang menjalani rawat inap di rumah sakit. Meskipun terlihat memaksakan diri, bagi Gayuh, pertarungan ini dilihatnya sebagai sebuah cara untuk tetap termotivasi dan tetap melangkah walaupun kondisinya sedang tidak optimal.
Sejak awal, Gayuh berusaha terbuka kepada orang-orang di sekelilingnya mengenai kondisi sakit yang dialaminya dan berusaha untuk mengkomunikasikan keluhan sakitnya sebaik mungkin. Seperti pada saat kondisi kesehatannya sedang tidak baik, Galuh membiasakan untuk menceritakan hal ini kepada orang tua dan teman-teman terdekatnya. ”Saya berusaha memberikan kabar kepada dosen ataupun teman-teman lain yang sedang memiliki kegiatan bersama dengan saya, baik dalam rumpun akademik maupun non akademik”, ungkap wisudawan dengan IPK 3.91 ini. Tak hanya memberi kabar, Gayuh juga berusaha memberikan solusi dan berani untuk menerima konsekuensi karena ketidakhadirannya.
Menurutnya, dukungan dari orang-orang di sekelilingnya inilah yang semakin memantapkan langkah perempuan yang memiliki motto ”Ketuklah Semua Pintu-pintu Kesempatan di Depanmu” ini untuk terus bersemangat melanjutkan studi sampai selesai. ”Bersyukur, orang-orang di sekeliling saya sangat suportif”, ungkapnya. Selain keluarga dan teman-teman, para dosen dan pengajar di Fakultas Psikologi pun sangat suportif. Beberapa kali Gayuh mendapatkan fasilitas konseling dari fakultas dan mendapatkan saran dari dosen-dosen mengenai cara mengelola kegiatan akademik dan kondisi mentalnya.
Terinspirasi oleh salah satu teman yang dianggapnya sebagai penolong, bahkan kakak, yang dengan ilmunya membantu Gayuh pada saat mengalami kondisi mental yang tidak baik, memantapkan minat Gayuh menekuni ilmu psikologi di Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi UGM. ”Ketika di bangku SMP, saya sempat menghadapi beberapa situasi kurang menyenangkan yang menyebabkan kondisi mental saya kurang baik. Pada saat itu, yang saya ingat hanya keputusasaan. Saya tidak bisa melihat hal-hal baik, apalagi menerima energi-energi baik. Semua hal, saya pandang dengan tatapan yang cukup gelap. Saat itu, yang berhasil menarik saya keluar adalah seorang mahasiswa profesi psikologi dari Universitas Gadjah Mada” ungkap perempuan yang bercita-cita terjun di dunia pendidikan inklusi ini.
Wisudawan yang sudah banyak aktif berkegiatan di Divisi Pendidikan dan Kompetensi, Kakak Asuh sejak 2019 ini mengaku merasakan dampak baik yang diberikan oleh kakak tersebut dan merasakan kehadiran kakak tersebut sebagai motivasinya untuk mengambil keputusan hingga ia bisa berada pada posisi saat ini. ”Kakak tersebut yang menanamkan dalam otak saya bahwa di dalam kegelapan pun sebenarnya akan selalu ada harapan”, tuturnya. Beranjak dewasa, Gayuh pun berkomitmen ingin menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Lalu, melalui pengalaman yang dimilikinya, ia mulai yakin untuk memilih prodi psikologi. ”Tentu dengan harapan bahwa ilmu, keterampilan, dan sikap yang saya dapatkan selama menjadi mahasiswa Prodi Psikologi dapat saya sebarkan dan menjadi manfaat”, tegasnya.
Menurut Gayuh, belajar psikologi itu seperti mempelajari diri sendiri. Tak heran jika banyak anggapan, mahasiswa psikologi itu belajar sembari rawat jalan. Ia sangat bersemangat saat mendapat materi baru di perkuliahan. ”Saya merasa antusias setiap ada materi baru karena materi tersebut bisa direfleksikan ke dalam kehidupan saya sendiri dan menjelaskan banyak hal yang terjadi di sekeliling saya. Sesederhana mengetahui bagaimana saya mengingat suatu peristiwa, bagaimana saya mengenal bahasa, bagaimana saya memproses emosi, dan bagaimana saya membuat keputusan, bisa dijelaskan lewat materi-materi di psikologi” terangnya. Hal inilah yang kemudian membuat psikologi menarik di matanya.
Sejak kuliah, wisudawan yang berencana melanjutkan studi pada pendidikan inklusi ini sudah aktif di berbagai kegiatan organisasi, magang, maupun relawan dan bahkan mengambil pekerjaan di beberapa tempat di luar perkuliahan. Organisasi yang paling lama ia ikuti adalah Kakak Asuh. Sementara itu, Gayuh juga pernah mencoba menjadi podcaster untuk Podcast Campus UGM dan berkesempatan menjadi Wardah Beauty Campus Ambassador di UGM pada tahun 2021. Masih ingin menempa dirinya dengan berbagai pengalaman, Gayuh juga mulai mengikuti kegiatan-kegiatan magang dalam program Lingkaran Youth Community Development Program, sembari menjadi asisten psikolog di RSJD Dr. Amino Gondohutomo, dan menjadi customer experience intern di Lazada Indonesia. Meskipun memiliki segudang kegiatan, Gayuh tetap terampil membagi waktu dan mengelola diri hingga bisa lulus sebagai wisudawan terbaik dengan predikat pujian.
Saat ditanya tentang daya juang perempuan dalam meraih pendidikan, dengan mantap Gayuh menjawab bahwa daya juang perempuan dalam meraih pendidikan luar biasa hebat dan tidak perlu diragukan lagi perjuangannya. ”Di sekeliling saya, saya banyak menemui perempuan-perempuan kuat yang bisa tetap menjaga semangat belajarnya dengan segala tanggung jawab lain yang harus dihadapinya, seperti mengurus anak dan keluarga”, terang Gayuh. ”Saya juga pernah menjadi saksi perjuangan orang-orang di sekeliling saya dalam meraih cita-citanya untuk menjadi sarjana di saat lingkungan sekitarnya masih memandang sekolah sebagai tempat yang tabu untuk diduduki oleh perempuan. Jadi, berbicara tentang daya juang perempuan dalam pendidikan, saya rasa tidak perlu diragukan lagi kehebatannya”, jawabnya mantap.
Penulis: B. Diah Listianingsih
Foto: http://djanoerkoening.co/