Tujuh puluh dua wisudawan UGM asal daerah 3T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) diwisuda pada Upacara Wisuda Program Sarjana dan Sarjana Terapan periode 1 TA 2023/2024 (22-23/11) lalu. Adalah Rivaldy Bram Waromi, salah satu wisudawan asal daerah 3T yang menempuh pendidikan di UGM menggunakan beasiswa afirmasi pendidikan tinggi (Adik) dari Nabire, Papua Tengah.
Meskipun baru saja diwisuda, pencapaian Revaldy belum berakhir. Sebagai mahasiswa Program Studi Kedokteran, Rivaldy harus menempuh pendidikan profesi sebagai Koas di UGM untuk memperoleh gelar dokter. Meskipun begitu, ritual wisuda tetap menjadi moment yang ia nantikan. Bahkan sampai bergadang semalaman untuk menunggu moment menerima ijazah.
”Saya sangat bersyukur dan senang sekali karena dapat menyelesaikan studi sarjana kedokteran saya dan mampu sampai ke tahap wisuda. Itu semua menjadi salah satu penghargaan terbesar buat saya secara pribadi”, ungkap Rivaldy penuh kegembiraan. Di sisi lain, perasaannya membuncah karena orang tua turut hadir dalam wisuda tersebut. ”Ini menjadi suatu kebahagiaan buat saya ketika melihat orang tua menyaksikan saya dipanggil untuk menerima ijazah”, ungkapnya.
Bagi Rivaldy, mempelajari ilmu kedokteran memantik rasa ingin tahunya bahwa menjadi dokter, fokus utamanya adalah memberi pelayanan dengan ikhlas dan tulus pada masyarakat. ”Saya banyak belajar terkait bagaimana menjadi pribadi yang lebih mendengarkan keluhan pasien, lebih menghargai pendapat dan keputusan orang lain, dan bagaimana bekerja bersama dalam memberikan pelayanan yang terbaik”, terang Rivaldy. Menurutnya, belajar menjadi dokter berarti juga belajar menjadi leader yang bertanggung jawab dan mampu memberikan keputusan yang tepat dan cepat. ”Dari belajar kedokteran, saya menjadi lebih paham tentang tubuh saya, orang lain, dan lingkungan atau kebiasaan yang baik dan yang tidak baik yang berdampak bagi kehidupan pribadi maupun sosial”, imbuhnya.
Meskipun begitu, Rivaldy mengakui bahwa belajar ilmu kedokteran tidaklah mudah. Bahkan di awal-awal perkuliahan, ia sempat kesulitan mengikuti perkuliahan, sehingga motivasi belajarnya menurun dan harus rutin berkonsultasi dengan psikiater untuk menumbuhkan kembali motivasi belajarnya. ”Belajar di kedokteran itu sulit, bahkan bisa dikatakan sangat sulit, terutama bagi yang tidak minat 100 persen dan tidak mampu beradaptasi dengan sistem belajar kedokteran yang berputar dan bergerak maju dengan sangat cepat”, terang Rivaldy. Selain itu, kemampuan dalam berteman dan mencari koneksi untuk bertahan di pendidikan kedokteran itu sangat penting untuk menunjang proses belajar di Fakultas Kedokteran.
Dalam belajar, Rivaldy tidak menerapkan startegi khusus, kecuali belajar mencintai program studi ini, sehingga niat dan minat untuk belajar semakin kuat dan konsisten. ”Yang terpenting niat dan ketekunan”, ungkap wisudawan yang lulus dalam 10 semester ini. Masing-masing orang juga memiliki cara belajar yang berbeda-beda. Bagi Rivaldy, ia lebih suka belajar dalam bentuk kelompok dan diskusi bersama.
Sempat diremehkan dan tidak dipercaya bisa masuk Fakultas Kedokteran UGM oleh teman-teman semasa SMA, membuat Rivaldy pada mulanya ragu-ragu memilih jurusan ini, karena minatnya untuk belajar seni yang sempat ditentang orang tua. Namun karena orang tua sangat mendukung Rivaldy masuk kedokteran, ia bertekad mencoba masuk program studi ini dan berjuang untuk dapat lolos seleksi. ”Saat pengumuman setelah tes, ternyata saya lulus pada pilihan pertama. Dan akhirnya saya kuliah di Program Studi Kedokteran sampai sekarang saya menjalani koas” tutur Rivaldy dengan bahagia.
Sejak SMA, Rivaldy juga sudah menerima beasiswa afirmasi dan belajar di luar Papua melalui jalur Afirmasi Pendidikan Menengah (Adem). Setelah lulus SMA, ia mendapatkan kesempatan yang sama mengikuti tes dari program Adik (Beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi) untuk melanjutkan ke perguruan tinggi saat ini. Menurutnya, seleksi jalur afirmasi ini cukup sulit. Ia harus bersaing dengan teman- teman dari berbagai daerah yang mengikuti seleksi Adik, yang setiap tahun meningkat peminatnya.
Menyicil nilai rata-rata yang baik sejak semester satu duduk di bangku SMA adalah jalan ninjanya agar bisa lolos beasiswa Adik. Termasuk bertekun dengan mengikuti kursus pada mata pelajaran yang kurang dikuasainya. ”Saya berlatih menjawab soal untuk menambah variasi penyelesaian masalah”, katanya. Ia juga belajar mandiri mencari referensi belajar penyelesaian soal dari kanal youtube.
Jika sudah lulus dokter, Rivaldy berencana kembali ke daerahnya di Nabire. Namun untuk saat ini, wisudawan dengan indeks prestasi sangat memuaskan, 3,3 ini akan fokus menyelesaikan masa koas. Saat koas nanti, Rivaldy ingin fokus mendalami Ilmu Obstetri dan Ginekologi. Ke depan, ia bercita-cita ingin menjadi dokter spesialis bedah dan kandungan. Di samping koas, Revaldy juga berencana menambah pengetahuan dengan mengambil studi magister dalam bidang bisnis dan manajemen.
Meskipun menekuni pendidikan dokter, saat kembali ke daerahnya, Rivaldy tetap ingin melakukan karya lain di luar jalur pendidikannya. ”Saya berkeinginan membuka bisnis dalam bidang fashion karena di daerah saya banyak sekali pengrajin seperti pembuat tas noken (tas tradisional Papua), hiasan, kalung dan lain sebagainya. Saya ingin membuka usaha untuk memfasilitasi para pengrajin yang mayoritas ibu- ibu dan anak muda untuk mengembangkan keahlian dan membuka lapangan pekerjaan bagi mereka” tutur wisudawan kelahiran tahun 2000 ini.
Mimpinya adalah membuka sekolah berjenjang di Papua Tengah, mulai dari SD, SMP, sampai SMA. Melalui sekolah yang ingin ia bangun nantinya, Revaldy bertekad mengembangkan potensi anak-anak di wilayahnya agar memiliki kesempatan bersekolah dengan baik. Kita doakan, semoga mimpi dan cita-cita Revaldy terwujud. (listi)